Jumat, 12 Desember 2008

LAUTAN BERKAH PERKAWINAN

Hidup terkadang sulit, keberuntungan dan kebahagiaan tak selalu berpihak pada kita. Bermacam cobaan kerap menghadang di depan mata, maka dibutuhkan kebijakan untuk menyikapinya. Misalnya kehidupan perkawinan.

Menjalani suatu perkawinan, terkadang seperti bermain judi, kita bisa mendapat kebahagiaan besar, tapi sebaliknya bisa juga hancur berkeping-keping.
Suatu perkawinan yang diharapkan bisa membawa seseorang pada kehidupan yang lebih baik, ternyata dapat pula menjadi lubang yang menjerumuskan.

Tapi semua itu bukan berarti perkawinan adalah sesuatu yang menakutkan.
Perkawinan adalah suatu hal yang disakralkan, dan sudah seharusnya penuh dengan keberkatan.

Suatu perkawinan yang ditegakkan oleh dua orang yang berkomitmen untuk saling mengasihi, untuk saling berbagi, dan saling bergenggaman tangan dikala datang susah maupun senang, dapat mendatangkan hujan kebahagiaan bagi yang menjalaninya.

Tetapi masalahnya, bisakah masing-masing kita tetap teguh pada komitmen awal? Bisakah kita tetap tersenyum pada pasangan kita kala kelelahan datang membekap? Atau sebaliknya bisakah kita tetap memeluk pasangan kita? kala pasangan kita hadir tanpa senyum atau tanpa sepatah kata pun?

Kekecewaan yang bertumpuk, karena pengharapan yang berlebihan pada pasangan kita, ternyata dapat menjadi bumerang bagi rencana-rencana indah perkawinan kita.
Tentu kita tidak ingin perkawinan menjadi guillotine bagi diri sendiri. Kita ingin perkawinan menjadi ladang ibadah yang panennya berupa berkah yang tiada habisnya.

Memegang teguh komitmen awal, ikhlas menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, memiliki stok maaf yang tak terhitung, dan terutama meniatkan perkawinan kita sebagai ibadah kepada Yang Maha Kuasa, Insya Allah akan menjadikan perkawinan sebagai lautan berkah, sebagai surga dunia yang sudah selayaknya diperjuangkan.

Jika kulit wajah sudah dipenuhi kerutan di sana sini dan tak lagi licin, tetapi kita – suami dan isteri – masih bisa bergenggaman tangan dengan penuh cinta kasih, sudah selayaknya kita bersujud syukur atas segala keindahan itu…..

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Tulisan yang indah, Lies. Bagaimana tentang cinta dalam pernikahan ? Pendapat saya, yang namanya "cinta" itu tumbuh setelah bertahun-tahun mengaruhi bahtera pernikahan. Sedangkan sebelum menikah, yang ada hanyalah rasa sayang sebagai bibit cinta. Rasa cinta baru dapat diraih setelah bertahun-tahun biduk kehidupan mereka diayun-ayun oleh gelombang, diterpa ombak samudera. Kadangkala dibawa ke puncak kebahagiaan, kadangkala terhempas oleh duka dan coba. Cinta suami-istri baru tumbuh setelah mereka berdua bertahun-tahun mengarungi suka-duka kehidupan.
Semoga kita semua dikaruniai keluarga sakinah, ya. Amiin.

Lilis Soerono mengatakan...

Cinta dalam perkawinan adalah cinta yang telah diuji oleh berbagai situasi, cinta yang harus siap memberi tanpa minta kembali, cinta yang memiliki kekuatan untuk tetap setia pada komitmen,
Semoga kita bisa mempertahankan cinta dalam perkawinan kita masing masing, amin

Kur_aja mengatakan...

hehe memang aku belum pernah menikah dan aku tak tau seperti apa rasanya.namun jika ku ambil kesimpulan..
bahwa dalam kehidupan berumah tangga, harus selalu ada kata

cobalah untuk mengerti
sebelum kau emosi

apakah benar kesimpulanku itu Bu?

Lilis Soerono mengatakan...

mungkin benar he he